825 TAHUN PENANTIAN

Muhammad Al Fatih

MENIKMATI PROSES

TIDAK ADA YANG INSTAN PERJALANAN MENUJU KESUKSESAN

KEGAGALAN TERJADI HANYA UNTUK YANG MENYERAH

Utamakan Pandangan Allah Swt.

SMPIT AS SYIFA BOARDING SCHOOL

SMPIT As Syifa Boarding School I Subang Jawa Barat Indonesia.

AS SYIFA BOARDING SCHOOL

As Syifa Boarding School

belajar dari Ummu Zufar radhiyallohu’anha




Dia adalah seorang shahabiyyat bernama Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallohu’anha. Walau para ahli sejarah tak menulis perjalanan kehidupannya secara rinci, karena hampir semua kitab-kitab sejarah hanya mencantumkan sebuah hadits dalam biografinya, namun dengan keterangan yang sedikit itu kita dapat memetik banyak faedah, pelajaran, serta teladan yang agung dari wanita shalihah ini.
Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia. Seorang wanita yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan. Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam semesta ini. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Dialog mereka berdua telah dimaktub dan dinukilkan di dalam kitab sunnah yang mulia. Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya dengan sanadnya dari ‘Atha’ bin Abi Rabah ia berkata, Ibnu Abbas berkata kepadaku, “Inginkah engkau aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku pun menjawab, “Tentu saja.”
Ia berkata, ”Wanita berkulit hitam ini (orangnya). Ia telah datang menemui Nabi shallallahu’alaihi wasallam lalu berkata:
“Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.” Rasululloh shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Maka ia berkata:”Aku akan bersabar.”
Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya aku (bila kambuh maka tanpa disadari auratku) terbuka, maka mintakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Maka Beliau shallallahu ’alaihi wasallam pun mendo’akannya. (HR Al-Bukhari 5652)
Perhatikanlah … betapa tingginya keimanan wanita ini. Ia berusaha menjaga hak-hak Allah dalam dirinya. Tak lupa pula mempelajari ilmu agama-Nya. Meski ditimpa penyakit, ia tidak putus asa akan rahmat Allah dan bersabar terhadap musibah yang menimpanya. Sebab ia mengetahui itu adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah. Bahwasanya tak ada suatu musibah apapun yang diberikan kepada seorang mukmin yang sabar kecuali akan menjadi timbangan kebaikan baginya pada hari kiamat nanti.

“ Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan diberi pahala tanpa batas.” (QS Az-Zumar :10)
Di dalam musibah atau cobaan yang diberikan Allah kepada manusia terkandung hikmah yang agung, yang dengannya Allah ingin membersihkan hambanya dari dosa. Dengan keyakinan itulah Su’airah lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, kerana apa yang ada disisi Allah lebih baik dan kekal. Dan Ketika diberikan pilihan kepadanya antara surga dan kesembuhan, maka ia lebih memilih surga yang abadi. Akan tetapi di samping itu, ia meminta kepada Rasululloh shallallahu ’alaihi wasallam untuk mendoakan agar auratnya tidak terbuka bila penyakitnya kambuh, karena ia adalah wanita yang telah terdidik dalam madrasah ‘iffah (penjagaan diri) dan kesucian, hasil didikan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, dan menjaga hak Allah yang telah memerintahkan wanita muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya dengan menutup aurat. Allah subhanahu wa ta’alla berfirman:

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (Qs An-Nur: 31)
Su’airah telah memberikan pelajaran penting bagi para wanita yang membuka auratnya, bahwa hendaknya mereka bersyukur kepada Allah ta’alla atas nikmat kesehatan yang telah dilimpahkan kepada mereka. Berpegang dengan hijab yang syar’i adalah jalan satu-satunya untuk menuju kemuliaan dan kemenangan hakiki, karena ia adalah mahkota kehormatannya. Dalam permintaannya, Su’airah hanya meminta agar penyakit yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu tidak menjadi sebab terbukanya auratnya, padahal dalam keadaan itu pena telah diangkat darinya! Akan tetapi, ia tetap berpegang dengan hijab dan rasa malunya!
Betapa jauhnya perbandingan antara wanita yang pemalu dan penyabar ini dengan mereka yang telanjang yang tampil dilayar-layar kaca dan terpampang di koran dan majalah-majalah. Tak perlu kita mengambil contoh terlalu jauh sampai ke negara-negara barat sana. Cukuplah kita perhatikan di negara kita tercinta ini saja, banyak kita temukan wanita-wanita telanjang berlalu lalang dengan santainya di setiap lorong dan sudut kota, bahkan di kampung-kampung tanpa rasa malu sedikitpun. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah sebutkan perihal mereka ini dengan sabdanya:

“ Ada dua golongan penduduk neraka yang aku belum pernah melihat mereka: satu kaum yang memiliki cemeti seperti ekor sapi dimana mereka memecut manusia dengannya, dan kaum wanita yang berpakaian akan tetapi telanjang, genit dan menggoda, (rambut) kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Sungguh mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapati baunya, padahal bau surga bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian (jauhnya).” (HR Muslim 5704)
Mereka tak ubahnya seperti binatang yang kemana-mana tak berpakaian karena mereka memang tidak berakal! Keluarnya mereka telah merusak pandangan orang-orang yang berakal. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda tentang mereka:

“Seorang wanita itu (seluruhnya) aurat. Apabila ia keluar (rumah) maka setan akan membuat mereka nampak indah di hadapan orang-orang yang memandanginya.” (HR Tirmidzi 1206, dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no 6690)
Dan sungguh semua itu bertolak belakang dengan fitrah manusia. Allah ta’ala berfirman:

“ Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs Al A’raf :179)
 Sumber :http://m-irsyad.blogspot.com

KUNCI KEBAHAGIAAN 3. SABAR


Hidup memang tidak akan pernah lepas dari berbagai macam ujian dan cobaan. Banyak kejadian yang kadang-kadang tidak kita inginkan tiba-tiba terjadi dalam hidup kita. Seringkali ada berbagai masalah yang sulit untuk kita hindari. Baik itu masalah keuangan, keluarga, hubungan sosial, asmara, dll. Ketika berbagai macam persoalan membuat hidup terasa sempit maka tidak ada jalan lain kecuali kita harus meminta pertolongan. Tentu tiada pertolongan yang lebih sempurna selain pertolongan dari Allah SWT. Itulah sebaik-sebaik pertolongan yang harus kita dapatkan. Allah SWT telah menunjukkan jalan kepada kita untuk meminta pertolongan dari-Nya. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…. (QS Al Baqarah:45).
Seringkali kita mengeluh dan mengadukan kesulitan-kesulitan kita kepada orang lain, namun terkadang kita lupa untuk mengadu kepada Allah SWT. Padahal Allah SWT adalah sebaik-baik penolong. Salah satu cara yang diberikan oleh Allah SWT adalah dengan cara mengerjakan Sholat sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Shalat merupakan sarana untuk mendekat kepada Allah SWT, sehingga akan lebih mudah untuk mendapatkan pertolongan dari-Nya. Akan tetapi sholat yang dimaksud bukan hanya sekedar ritual yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Akan tetapi sholat kita haruslah mampu untuk mencegah perbutan keji dan munkar. Sholat yang kita lakukan hendaknya mampu menguatkan jiwa kita untuk menjauhi segala kemaksiatan.
Selain shalat, Allah SWT  memberikan petunjuk kepada kita untuk mendapat pertolongan dari-Nya yaitu dengan bersabar. Hal ini bukan berarti kita pasrah tanpa upaya apapun, sebab Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk berikhtiar guna mencapai apa yang kita inginkan dan menghindari apa yang tidak kita inginkan. Sabar adalah suatu perkara lain yang tidak bisa dicampuradukkan dengan pembahasan ikhtiar. Artinya, ketika bersabar bukan berarti kita meninggalkan ikhtiar dan ketika berikhtiar bukan berarti kita tidak sabar. Justru ketika kita ikhtiar dengan sungguh-sungguh dan terus menurus adalah merupakan cerminan dari kesabaran kita. Kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan bisa kita tunjukkan dengan selalu berbaik sangka terhadap keputusan Allah SWT serta selalu optimis dan yakin akan pertolongan Allah SWT. Sebab tidak mungkin Allah SWT akan menyia-menyianyiakan apalagi sampai mendzalimi hambanya. Sebar berarti tidak berputus asa serta selalu berusaha untuk tetap melakukan yang terbaik sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Kesulitan hidup yang kita alami tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk melanggar aturan Allah SWT. Aktivitas kita mencari penghasilan tidak bisa menjadi alasan untuk meninggalkan kewajiban beribadah kepada Allah. Sulitnya mencari penghidupan dan pekerjaan tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan apapun tanpa memandang halal dan haram. Orang mungkin seringkali mengatakan “yang haram saja susah apalagi yang halal”, ini merupakan ungkapan bodoh yang menyesatkan. Kalau yang haram susah, maka seharusnya cari yang halal supaya mudah. Logikanya sesuatu yang halal pasti diridhoi oleh Allah SWT, jadi sebenarnya malah lebih mudah dari pada yang harum. Namun kebanyakan orang tidak bersabar sehingga mereka lebih suka memilih jalan yang Haram. Seringkali kita menemukan para muda-mudi yang asyik melakukan pacaran, padahal itu adalah sesuatu yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT. Mereka tidak memiliki kesabaran untuk bertahan sampai benar-benar siap melakukan Pernikahan. Sampai akhirnya mereka memilih jalan kemaksiatan untuk memenuhi tuntutan naluri seksual mereka.
Sabar bukan hanya ketika menghadapi kesulitan hidup saja. Akan tetapi kesabaran juga amat diperlukan dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Berbagai macam godaan dan tantangan yang semakin deras membuat jiwa kita kadang-kadang goyah dan berpotensi untuk melakukan kemaksiatan. Maka dari itu kesabaran dalam menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan sangat diperlukan, apalagi di era kapitalis sekuler seperti sekarang ini. Agama sudah tidak begitu diperhitungkan dalam aktivitas kehidupan. Dengan berbagai alasan, hukum-hukum islam banyak yang ditinggalkan, dan kemaksiatan begitu mudah dilakukan secara terang-terangan. Maka dari itu, adanya kesabaran dengan tetap melakukan perjuangan merupakan sikap yang paling tepat untuk selalu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh: Agus Prasetya

KUNCI KEBAHAGIAAN 2. SYUKUR


Sebagaimana yang telah saya tulis dalam artikel sebelumnya, kebahagiaan adalah perkara batin. Salah satu hal lagi yang membuat batin merasa tentram dan bahagia adalah sikap yang selalu Bersyukur kepada sang pemberi nikmat Allah SWT. Kata Syukur memang adalah kata yang sudah tidak asing di telinga kita. Kata itu sering diucapkan ketika membuka pidato, kajian, Rapat dll. Akan tetapi pada kenyataannya kata Syukur yang begitu mudah diucapkan ternyata  kadang tak mudah dilakukan.
Satu hal yang sering membuat kita sulit untuk bersyukur adalah kesombongan. Kita merasa bahwa apa yang kita dapatkan dan kita miliki adalah semata-mata karena hasil jerih payah dan usaha kita sendiri. Kita lupa bahwa apa yang kita dapatkan sesungguhnya adalah rahmat dan karunia Allah SWT. Dengan memahami bahwa apa yang kita dapatkan adalah karunia Allah SWT, maka meskipun apa yang kita dapatkan adalah sesuatu yang kecil kita akan tetap merasa senang, sebab kecil ataupun besar semuanya sama, sama-sama rahmat dan karunia Allah SWT. Berbeda ketika kita selalu merasa bahwa apa yang kita dapatkan adalah semata-mata hasil jerih payah kita sendiri maka jika suatu ketika mendapatkan hal yang tidak sesuai dengan keinginan akan merasa sangat menderita. Dia akan mati-matian menyalahkan diri sendiri, bahkan parahnya dia akan menyalahkan orang lain serta menyalahkan keadaan.
Jika kita mau sedikit merenung, maka sungguh begitu banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Maka tidak heran jika kemudian Allah SWT Berfirman dalam Surat Ibrahim : 34
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ……
“……….Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
Kesehatan badan, keamanan, sandang, pangan, papan, udara dan air merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah SWT. Selain itu adanya sepasang mata, dua bibir, tangan dan kaki juga merupakan nikmat yang tidak terhingga nilainya. Semua itu sangat berharga, namun seringkali kita tidak menghargai semua itu. Kita baru merasa semua itu berharga ketika telah dicabut oleh Allah SWT atau minimal dikurangi oleh-Nya. Kita baru merasa bahwa kesehatan begitu berharga ketika kita sakit, kita merasa nafas begitu berharga ketika pilek, kita baru merasa bibir begitu berharga ketika sariawan, dan yang lebih berbahaya adalah ketika kita baru merasa hidup begitu berharga ketika sudah mati. Na’udzu billah.
Apakah kita mengira bahwa bisa berjalan dengan dua kaki adalah hal yang sepele, Apakah berdiri dengan dua betis adalah sesuatu yang mudah? Sekali lagi itu semua tidak akan terlaksana tanpa nikmat dari Allah SWT. Namun sayang, kita begitu sering melupakannya, bahkan terkadang merasa seolah paling menderita tanpa ada nikmat sedikitpun  dari Allah SWT. Ketika kuliah terasa begitu membosankan, maka cobalah tengok di luar sana ada ribuan orang bersedih karena tidak bisa kuliah. Ketika pekerjaan terasa bagitu melelahkan maka cobalah perhatikan di luar sana ada ribuan orang menangis karena tak dapat kerja. Ketika orang tua terasa begitu kejam kepada kita maka bertanyalah tentang derita orang-orang yang ditinggal oleh orang tuanya. Ketika anak membuat kita begitu stres, maka bertanyalah tentang betapa stressnya orang tua yang tidak memiliki anak.
Satu hal lagi yang mesti kita pahami, Bersyukur bukan berarti berpuas diri. Bersyukur adalah suatu kewajiban, tapi berpuas diri adalah larangan, apalagi dalam hal ilmu dan ibadah. Ketika kita bersyukur bukan berarti berhenti untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Bukan berarti berhenti dan berpuas diri dengan keadaan yang ada. Bersyukur adalah sikap kita yang selalu merasa berterimakasih kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan olehnya dengan terus menggapai nikmat-nikmat Allah yang lainnya. Sebab nikmat Allah begitu banyak dan luas. Maka dari itu kita jangan khawatir tidak kebagian nikmat dari-Nya. Kita harus optimis dalam segala hal, sebab nikmat dari Allah sangat luas dan Allah sangat maha pemurah kepada hambanya. Maka sungguh kita tidak layak memiliki sikap ragu-ragu dan pesimis. Jika kita bersikap seperti itu maka sesungguhnya kita meragukan kemurahan Allah SWT.
Syukur kepada Allah tentunya tidaklah cukup hanya dengan ucapan Hamdalah semata. Syukur kepada Allah haruslah diaplikasikan dalam tindakan nyata yaitu dengan selalu berupaya menggunakan nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT di jalan yang diridhoi oleh-Nya. Dengan kata lain kita mesti selalu tunduk dan patuh terhadap aturan Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan kita, baik itu aspek pribadi, sosial, maupun negara. Kita sungguh tidak layak menentang-Nya sedikitpun, sebab ketika seseorang bermaksiat bahkan menentang Allah Sekalipun, maka dia pasti masih menggunakan nikmat dari Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 13:
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَان
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Ayat di atas memberikan sindiran kepada kita dengan sebuah pertanyaan yang cukup menyentuh. Dengan berbagai nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, maka masih pantaskah kita mendustakannya? Masih pantaskah kita merasa menderita karena tidak diberi apa-apa oleh –Nya? Serta Masih pantaskah kita meninggalkan perintahnya, bahkan menentang aturannya?
Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang disebut dalam surat An Nahl ayat 83 :
…..يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya….”
Oleh : Agus Prasetya

KUNCI KEBAHAGIAAN 1. TAWAKAL




Dalam mengarungi kehidupan, manusia tentu menginginkan kebahagiaan. Berbicara soal kebahagiaan maka sesungguhnya hal tersebut adalah permasalahan batin. Bahagia tidaknya seseorang sebanarnya tidak tergantung sepenuhnya terhadap hal-hal yang bersifat materi, walaupun hal-hal yang bersifat materi tetap akan mempengaruhi kebahagiaan manusia, akan tetapi materi bukanlah hal utama yang mempengaruhi kebahagiaan. Misalnya saja, apakah orang yang memiliki 4 rumah, 2 perusahaan, dan 7 mobil mewah pasti lebih bahagia dari orang yang hanya memiliki 1 rumah, 1 motor, dan sepetak sawah?Jawabnya, Belum tentu, karena sekali lagi Kebahagiaan adalah perkara batin. Kebahagiaan terkait respon batiniah kita terhadap fenomena kehidupan.
Meskipun seseorang memiliki Kekayaan yang melimpah, akan tetapi jika batiniahnya merasa kurang atau dengan kata lain masih merasa miskin maka dia tetap tidak bisa dikatakan bahagia. Memangnya adakah orang yang seperti itu? Tentu ada, misalnya saja Para koruptor, mereka tentu rata-rata adalah para pejabat negara yang gajinya tidak sedikit. Mereka tentu bukan gelandangan apalagi kaum peminta-minta. Mereka adalah orang yang hidup dengan fasilitas di atas rata-rata. Intinya secara lahir mereka adalah orang kaya. Kalau mereka memang orang kaya, lantas mengapa mereka nekat melakukan korupsi yang resikonya dunia-akhirat? Tentu saja karena merasa masih kurang, merasa belum kaya, lahiriah mereka kaya tapi batiniah mereka miskin. Mereka tidak pernah merasa cukup, sehingga hidupnya tidak merasa tenteram. Itulah sedikit contoh bahwa orang yang berlimpah materi belum tentu merasa bahagia.
Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup ada kunci-kunci kebahagiaan yang harus selalu kita pegang. Karena kebahagiaan adalah perkara batin maka kunci-kunci kebahagiaan juga bersifat batiniah. Kunci-kunci ini sangat erat hubungannya dengan kecerdasa spiritual yang dimiliki oleh seseorang (pembahasan tentang kecerdasan spiritual insya Allah akan disajikan dalam artikel yang lain). Kunci yang pertama adalah “Tawakal kepada Allah SWT”. Tawakal adalah mewakilkan urusan kita kepada pihak lain yang dianggap terpercaya. Jadi, Tawakal kepada Allah berarti kita menyerahkan urusan kita sepenuhnya kepada Allah SWT. Ketika bertawakal berarti kita menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT tentang kemungkinan Berhasil tidaknya urusan yang sedang atau akan kita jalankan. Dengan sikap seperti ini berarti kita siap menerima apapun keputusan dari Allah SWT tanpa protes dan kecewa. Sebab kita telah memahami bahwa meskipun kita punya rencana, tapi Allah lah yang punya Kuasa. Dengan sikap seperti ini kita juga akan lebih optimis karena “Backing” kita dalam meyelesaikan sebuah urusan bukanlah “Backing” sembarangan tapi sang penguasa jagad raya Allah SWT yang akan menjadi “Backing” kita.
Tawakal merupakan konsekuensi logis atas keimanan kita. Ketika kita yakin sepenuhnya kepada Allah SWT, bahwa Dia adalah Dzat yang maha kuasa, maha adil, maha kaya, dan maha penyayang kepada hambanya, maka tidak layak ada keraguan dalam diri ini untuk menyerahkan urusan kepada sang penguasa Alam, Allah SWT. Apalagi hal ini merupakan perintah Allah SWT dalam banyak Ayat Al Quran, yang diantaranya adalah:
 يَنْصُرْكُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Jika kamu ditolong oleh Allah, maka tidak akan ada yang mampu mengalahkan dan menghinakan kamu. Maka, siapakah yang dapat menolong kamu setelah (pertolongan) Allah? Dan kepada Allahlah orang-orang yang beriman hendaknya bertawakkal.” (TQS. Ali Imrân: 160).
Dengan tawakal berarti kita menjadikan Allah SWT sebagai tempat bersandar dalam segala situasi. Sebab hanya Allah lah yang pantas menjadi tempat bersandar bagi kita, bukan yang lainnya. Dengan menyandarkan segala sesuatu kepada Allah SWT maka hidup akan merasa tenang, sebab kita yakin bahwa sandaran kita kita adalah Dzat yang maha kuat. Selain itu, Allah tidaklah memiliki kepentingan apapun dengan kita, sehingga setiaap keputusan dari Allah pastilah keputusan yang terbaik dan sangat adil. Tidak mungkin Allah menyengsarakan hambanya, sebab Dia lah yang maha pengasih lagi maha penyayang bagi setiap hambanya. Dengan bertawakal maka Allah akan menjamin rezeki kita, sebagaimana dalam sebuah Hadits:
“Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberikan rizki kepada kamu sama seperti memberikannya kepada burung yang berangkat pagi dengan perut kosong kembali dengan kenyang.” (H.r. At-Tirmidzi dan Ahmad).
Bertawakal kepada Allah bukan berarti kita melupakan hukum sebab akibat. Bertawakal adalah perintah dari Allah, sedangkan mengikuti hukum sebab akibat juga merupakan perintah dari-Nya sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Rasulullah adalah orang yang paling bertawakal kepada Allah, tetapi Beliau juga tetap melaksanakan hukum sebab akibat. Ketika berperang misalnya, beliau juga memakai baju besi, menyiapkan strategi perang, dan menyiapkan senjata beserta kendaraan. Bukan berarti karena sudah bertawakal kemudian rasulullah melakukan persiapan ala kadarnya. Walaupun sudah bertawakal, rasulullah tetap melakukan persiapan fisik secara sungguh-sungguh. Ada sebuah kisah yang cukup mashur di tengah-tengah kita, yaitu tentang seorang baduwi yang bertanya kepada rasulullah SAW. Orang Baduwi tersebut memahami bahwa bertawakkal kepada Allah SWT. dengan pemahaman, bahwa jika seseorang telah bertawakkal, maka orang tersebut bisa meninggalkan hukum sebab-akibat. Dia datang kepada Nabi dan bertanya kepada beliau saw.:
“Apakah unta itu dibiarkan saja depan pintu seraya bertawakkal kepada Allah? Ataukah harus diikat dahulu supaya tidak hilang?” Beliau saw. menjawab: “Ikatlah dan bertawakkal (kepada Allah).”
Antara tawakal dan melaksanakan hukum sebab akibat bisa diibaratkan seperti shalat dan puasa. Ketika kita melaksanakan puasa bukan berarti kewajiban shalat menjadi gugur, atau sebaliknya. Shalat adalah suatu kewajiban dan puasa adalah kewajiban yang lain. ketika salah satunya dikerjakan bukan berarti kewajiban yang lain menjadi gugur. Begitu pula dengan tawakal yang merupakan suatu kewajiban dan melakukan hukum sebab akibat adalah kewajiban yang lain. tidak bisa dengan alasan sudah bertawakal kemudian kita tidak mau bekerja, atau Ketika ingin pintar kita tidak mau belajar dengan alasan sudah bertawakal, itu semua adalah pemahaman yang keliru. Sekali lagi, tawakal bukan berarti menghilangkan kewajiban kita sebagai manusia untuk mengikuti hukum sebab akibat. Sebab, Allah SWT telah menciptakan hukum sebab akibat bagi kehidupan manusia. Tawakal adalah perkara hati, melakukan hukum sebab akibat adalah perkara fisik, keduanya tidak bisa dikaitkan satu sama lain.
Begitu juga dengan perjuangan menegakkan islam, walaupun Allah telah menjanjikan bahwa islam akan kembali tegak, bukan berarti kita tidak berjuang. Kita harus tetap berjuang, karena rasulullah dulu juga berjuang. Tidak bisa dengan alasan sudah yakin dengan janji Allah kemudian kita tidak mau berjuang. Percaya kepada janji Allah adalah suatu kewajiban dan berjuang adalah kewajiban yang lain.
Allah SWT membarikan penegasan kepada kita dalam sebuah ayat:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“Apabila kamu mempunyai azam, maka bertawakkallah kepada Allah.” (Q.s. Ali Imrân: 159).
ketika kita sudah memiliki suatu keinginan kuat maka harus segera bertawakal kepada Allah. Dengan seperti itu, ketika keinginan kita tercapai maka kita akan bersyukur, dan ketika tidak tercapai akan tetap bersabar, sebab berhasil tidaknya keinginan tersebut telah kita serahkan kepada Allah SWT. Dengan seperti itu, hidup tentu akan selalu tentram dan bahagia. Wallau a’lam bi Shawab.Oleh : Agus Prasetya

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

POKOK-POKOK PIKIRAN TENTANG
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

A.Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan Konseling adalah alih bahasa dari istilah inggris guidence and counselling.Dulu istilah counselling di indonesikan menjadi penyuluhan (nasihat).Akan tetapi,karena istilah penyuluhan banyak digunakan dibidang lain. Stidak menimbulkan semisal dalam penyuluhan pertanian dan penyeluhan keluarga berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan dimaksud dengan counselling,maka agar
Tidak menimbulkan salah paham,istilah counseling tersebut langsung diserap saja menjadi konseling.
Mengenai hubungan dan kedududan  antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan,salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain, konseling berada di dalam bimbingan.Pendapat lain mengatakan bahwa bimbingan terutama memusatkan diri pada pencegahan munculnya masalah sementara konseling memusatkan diri pada pencegahan masalah yang sedang dihadapi individu.Dalam pengertian lain,bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara konseling kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan konseling yang berhadapan dengan obyek garapan yang sama,yaitu problem atau masalah .Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut.
Fungsi atau kegiatan bimbingan dan konseling, lazimnya seperti telah disebutkan di muka,disebut-sebut para ahli bukan sekadar yang bersifat preventif dan kuratif atau korektif saja, melainkan sebagai berikut :
  1. Fungsi preventif atau pencegahan, yakni mencegah timbulnya masalah pada seseorang
  2. Fungsi kuratif atau korektif,yakni memecahkan atau menanggulangi masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang.
  3. Keadaan preventif dan developmental, yakni memelihara agar keadaan yang telah baik tidak menjadi tidak baik kembali dan mengembangkan keadaan yang sudah baik itu menjadi lebih baik.
Bimbingan sendiri didefinisikan sebagai orang bermacam-macam, ada yang sedemikian itu singkat rumusnya, ada pula yang amat panjang dengan merinci berbagai aspek yang terkandung dalam proses atau kegiatan bimbingan tersebut.Dalam tulisan ini bimbingan islami ini secara singkat dirumuskan sebagai berikut :
Bimbingan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,sehinngga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Dengan demikian bimbingan islam merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan Al-quran dan sunnah rasul.
Bimbingan islam merupakan proses bimbingan bantuan,artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu.Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Maksudnya sebagai berikut :
  1. Hidup  selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan kodrat yang ditentukan Allah ,sesuai dengan sunatulloh, sesuai dengan hakikatnya sebagai mahluk Allah.
  2. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui rasulnya (ajaran islam )
  3. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti  menyadari eksistensi diri sebagai mahluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya ,mengabdi dalam arti seluas-luasnya.
B.Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan (fondasi atau dasar pijak) utama bimbingan dan konseling islami adalah al-quran dan sunnah rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam,seperti disebutkan Nabi Muhammad saw sebagai berikut  yang artinya :
“Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selamanya-selamanya tidak akan pernah salah langkah  tidak akan pernah salang langkah tersesat jalan, sesuatu itu yakni kitabullah dan sunah Rasulnya.”
Al-quran dan Assunah rasul dapatlah diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual
Bimbingan dan konseling islami. Dari Al-quran dan as-sunnah rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep (pengertian,dan makna hakiki) .
Landasan Filosofis islami  penting artinya bagi bimbingan dan konseling islami antara lain adalah :
  1. Falsafah tentang dunia manusia (citra manusia)
  2. Falsafah tentang dunia dan kehidupan
  3. Falsafah tentang pernikahan dan keluarga
  4. Falsafah tentang pendidikan
  5. Falsafah tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan
  6. Falsafah tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja.
C.Citra Manusia Menurut Islam
Berdasarkan ayat a- ayat al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad SAW., dan berbagai pandangan ulama serta para pakar lainnya, manusia memiliki sifat – sifat atau keadaan sebagai berikut:
  1. Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satau kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
  2. Manusia memiliki empat fungsi sifat atau kedudukan, antara lain:
    1. Sebagai makhluk Allah, yaitu  makhluk yang diciptakan dan wajib mengabdi kepada Allah.
      1. Sebagai makhluk individu.
      2. Sebagai anggota masyarakat manusia atau makhluk sosial.
      3. Sebagai “khalifatullah” di muka bumi yang wajib mengelola dan memakmurkan bumi (makhluk berbudaya).
      4. Manusia memiliki sifat – sifat utama (berakal, dsb) sekaligus pula memiliki kelemahan – kelemahan.
      5. Manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara singkat satu persatu dibawah ini, antara lain:
  1. Manusia makhluk monopluralis(wahdatu ”anasir”)
Manusia memiliki dua unsur pokok yaitu jasmani dan rohani, dapat diketahui dari firman Allah sebagai berikut:


Artinya:           “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. “Maka apabila telah kusempurnakan kejadiaanya dan kutiupkan kepadanya roh ciptaan-Ku; maka hendaklah kamu bersujud kepada-Nya.” (QS. Sad :71-72)

Disamping kekuatan dan daya – daya kemampuan jasmaniah, semisal gerak, mencerna makanan dan sebagainya, manusia dianugerahi Allah kemampuan rohaniah yanag kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk – makhluk lainnya. Kemampuan – kemampuan rohaniah tersebut banyak disebut – sebut dalam al-Qur’an dan hadits, antara lain adalah:
  1. Akal (pikiran atau albab).
  2. Hati nurani (aqidah).
  3. Penglihatan (pengamatan)
  4. Pendengaran
Kemampuan tersebut antara lain disebutkan dalam ayat berikut:

Artinya:             “Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik – baiknya dan yang memulai pencipta manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunan-Nya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh ciptaan-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. (QS.  As-Sajdah :7-9)

Karena terdiri dari berbagai ragam unsur; jasmaniah-rohaniah, berakal, berhati nurani, berpenglihatan, dan berpendengaran, atau lazim juga dikatakan memiliki unsur cipta, rasa dan karsa, yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah maka dalam istilah lain manusia dikatakan sebagai makhluk monopluraris atau “wahdatul ‘anasir’” (memiliki banyak unsur dalam satu kesatuan keseluruhan).

  1. 2.    Manusia Memiliki Empat Fungsi
    1. Manusia sebagai makhluk Allah
Manusia merupakan makhluk Allah, ciptaan Allah, dan secara kodrati merupakan makhluk religius atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi Muhammad saw. Sebagai berikut :
Tiap-tiap orang itu dilahirkan Ibunya atas dasar fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, apabila kedua orang tuanya itu muslim, jadilah ia muslim. (H.R. Muslim)
Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Az Zariyat, 51:56)
  1. Manusia sebagai Makhluk Individu
Secara kodrati setiap manusia merupakan wujud yang khas, yang memiliki pribadi (individu) sendiri, atau memiliki eksistensinya sendiri. Ini antara lain bisa ditafsirkan dari ayat sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Q.S. Al Qamar, 54:49).
Segala sesuatu yang diciptakan Allah itu mempunyai kadar atau ukuran, dalam arti ukuran atau kadar masing-masing. Maksudnya, selain dalam penciptaan Allah menciptakannya dengan ukuran yang baik (harmonis), tetapi dengan juga kadar kemampuan masing-masing yang berbeda-beda. Berarti setiap sesuatu sebenarnya memiliki perbedaan dengan yang lain, bersifat khas, atau memiliki, “individual differences”. Ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyatakan agar berbicara (berkomunikasi) dengan, atau memberi pelajaran kepada orang yang sesuai dengan taraf  kemampuan berfikir yang bersangkutan.


  1. c.    Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Secara kodrati manusia hidup memerlukan bantuan orang lain. Bahkan, manusia baru akan “menjadi manusia” manakala berada di dalam lingkungan dan berhubungan dengan manusia. Dengan kata lain, secara kodrati manusia merupakan makhluk sosial, seperti difirmankan Allah swt sebagai berikut :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang palinh mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujurat, 49 : 13).

  1. d.    Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia hidup didalam dan mengelola alam guna keperluan hidupnya. Manusia menciptakan kebudayaan dengan segala unsurnya (ilmu, teknologi, serni dan sebagainya) untuk mampu mengelola alam itu dengan sebaik-baiknya. Manusia, menurut Islam, merupakan “Khalifah di muka bumi” : artinya, manusia berfungsi sebagai pengelola alam dan memakmurkannya. Ini tersurat dan tersirat dari firman Allah sebagai berikut :
Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. (Q. S. Fatir, 35 : 39)

  1. Manusia memilih sifat utama dan hawa nafsu
Manusia dikaruniyai Allah berbagai sifat dan kedudukan yang utama atau mulia, tetapi juga hawa nafsu, seperti difirmankan Allah sebagai berikut :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. (Q.S. At-Tin, 95 : 54).

  1. Manusia bertanggung jawab atas perbuatannya
Manusia telah dianugerahi Allah berbagai kemampuan seperti telah disebutkan di muka. Oleh karenanya manusia bertanggung jawab sendiri atas segala apa yang diperbuatnya karena berbagai kemampuan: untuk mendengar seruan Allah, untuk mengamati ayat-ayat Allah dan memikirkannya, dan untuk meresapi, menghayati, menimbang dengan hati nurani kebenaran petunjuk Allah, sehingga mampu membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya, (Q.S. Al-Isra, 17 : 36).
D.Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling
Manusia diciptakan dengan jalan yang terbaik ,termulia,tersempuna,dibandingkan dengan mahluk lainnya, tetapi sekaligus memiliki hawa nafsu,lemah,aniaya,terburu nafsu, membantah dan lain-lain,karena manusia dapat terjerumus kedalam lembah kenistaan,kesengsaraan dan kehinaaan.Dengan kata lain,manusia bisa bahagia hidupnya di dunia maupun di akhirat,dan bisa pula sengsara atau tersiksa.
Mengingat berbagai sifat seperti itu ,maka diperlukan adanya upaya untuk menjaga agar manusia tetap menuju kearah yang bahagia,menuju ke citranya yang terbaik ,ke arah “ahsanitaqwim”dan tidak terjerumus ke keadaan yang hina atau ke “asfal safilin” seperti dilukiskan Allah SWT dalam surat At-tin dan surat Al-asr yang dapat dikatakan sebagai latar belakang utama mengapa bimbingan dan konseling Islam itu diperlukan.
Seperti dalam surat At-Tin (4-6) yang artinya Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.Kemudian kami kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka) ,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.
1.Dari Segi Jasmaniah
Karena manusia memiliki unsur jasmaniah atau biologis, manusia memiliki berbagai kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya,semisala makan,minum, menghirup udara, berpakaian bertempat tinggal dan sebagainya. Upaya untuk  memenuhi kebutuhan jasmaniah tersebut dapat dilakukan manusia selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Itu bisa dilakukan manusia secara sadar maupun tidak.
Dengan keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah pasti akan membawa manusia bahagia,individu yang berbahagia tentulah individu yang mampu hidup selaras dengan ketentuan allah dan petunjuk Allah SWT tersebut termasuk dalam usahanya memenuhi kebutuhan jasmaniah. Tetapi, tidak sama mampu hidup dan memenuhi kebutuhan jasmaninya itu seperti seharusnya, baik karena faktor internal (dari dalam faktor individu itu sendiri ) maupun akibat dari faktor eksternal atau lingkungannya sekitarnya.

Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu,dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu apabila orang-orang yang ditimpa musibah mereka mengucapkan “Innalillahi waina ilaihi rajiun “(Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadanya lah kami kemabali).(QS.AL-baqarah 155-156).
Ayat di atas menunjukkan bahwa kelaparan, kekurangan harta, kekurangan buah-buahan dan sebagainya itu merupakan sesuatu yang wajar terjadi dihadapi manusia, sebagai sesuatu yang berada dalam situasi dan kondisi lingkungan yang bisa terjadi juga karena ulah tangan manusia. Dalam pada itu sifat, sikap dan perbuatan manusia itu sendiri apa yang ditunjukkan Allah SWT sebagai sifat, sikap dan perilaku upaya memenuhi kebutuhan jasmaniah yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Sebagaimana ayat Al-Quran yang artinya: “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup manusia di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat yang baik (surga).” (QS. Al-Imran: 14)
Mengingat keadaan manusia serupa itulah maka diperlukan adanya bimbingan dan konseling Islam, agar dalam upaya memenuhi kebutuhan jasmaniahnya itu manusia senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunujuk allah SWT.
2. Dari segi rohaniah (psikologis)
Sesuai dengan hakikatnya, manusia memerlukan pula pemenuhan kebutuhan rohaniah dalam arti psikologistik. Seperti telah diketahui, manusia dianugerahi kemampuan rohaniah (psikologis), pendengaran, penglihatan dan kolbu, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan kemampuan cita, rasa dan karsa.
Secara luas untuk bisa hidup bahagia, manusia memerlukan keadaan mental psikologis yang baik (selaras dan seimbang).
“Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyeru kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Yusuf:53)
Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islami diperlukan untuk membentuk manusia dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya dapat senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT termasuk mengatasi kondisi psikologis yang membuat seseorang menjadi berada dalam keadaan tidak selaras.

3. Dari sudut individu
Manusia merupakan makhluk individu, dengan kata lain keadaan orang per orang mencakup keadaan jasmaniah dan rohaniah atau psikologisnya bisa membawanya ke kehidupan yang tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Ketidaknormalan sosok jasmaniah, ketidakunggulan (tetapi juga kesuperioritaskan) potensi rohaniah, dapat membawa manusia ke kehidupan yang tidak selaras.
4. Dari segi sosial
Selain sebagai makhluk individual, manusia juga termasuk makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain dalam kehidupan kemasyarakatan. Semakin modern kehidupan manusia, semakin kompleks tatanan kehidupan yang harus dihadapi manusia. Manusia bisa saling memaksakkan kehendak, bertikai, bahkan berperang dan saling membunuh.
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”>.(QS. Yunus: 99)
5. Dari segi budaya
Manusia hidup dalam lingkungan fisik dan sosial. Semakin maju tingkat kehidupan, manusia harus berupaya terus meningkatkan berbagai perangkat kebudayaan dan peradabannya. Ilmu dan teknologi dikembangkan untuk memperoleh kebahagiaan hidup yang sebaik-baiknya, kendati kerap kali makna kebahagiaan yang dicari seringkali salah, tidak selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT.
Manusia harus membudayakan alam sekitarnya untuk keperluan hdiupnya, biologis maupun spiritual. Dalam mengelola atau memanfaatkan alam sekitarnya ini manusia kerap kali berlaku rakus, serakah, tidak memperhatikan kepentingan orang lain dan kelestarian alam, yang pada dasarnya akan menjadikan dirinya sendiri pun terkena akibat negatifnya tanpa disadarinya atau pura-pura tidak disadarinya.
“Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta”. (QS. Al-‘Adiyat:8)
6. Dari segi agama
Agama merupakan wahyu Allah, wahyu Allah itu benar, tetapi dalam penafsirannya bisa terjadi banyak perbedaan antara berbagai ulama sehingga muncul masalah-masalah khilafiyah ini kerap kali bukan saja menimbulkan konflik sosial tetapi juga menimbulkan konflik batin dalam diri seseorang yang dapat memnggoyahkan kehidupan dan keimanannya. Konflik-konflik batin dalam manusia yang berkenaan dengan ajaran agama Islam maupun lainnya banyak ragamnya, oleh karenanya diperlukan selalu adanya bimbingan dan konseling Islami yang memberikan bimbingan kehidupan keagamaan kepada individu agar mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.
“Apakah manusia itu mengira bahwa dibiarkan saja mengatakan: kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi”. (QS. Al-‘Ankabut:2)
E. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling Islami itu berlandaskan terutama dalam Al-Quran dan hadits ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan.
1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat
Bimbingan dan konseling Islami tujuannya adalah membantu klien atau konseli, yakni orang yang dibimbing, mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim.
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-Baqarah:201).
2. Asas fitrah
Bimbingan dan konseling Islami merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindaknya sejalan dengan fitrahnya tersebut. Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam dengan keadaan fitrah yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Bimbingan dan konseling membantu klien atau konseli untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakala pernah tersesat serta menghayatinya, sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu. Seperti hadit: “Setiap manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan fitrah, maka kemudian ayah ibunya menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Dan jika ayah dan ibunya itu seorang muslim, maka jadilah si anak seorang muslim”. (HR. Muslim)
3. Asas Lillaahi ta’ala
Bimbingan dan konseling Islami diselenggarakan semata-mata karena Allah. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakuakan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan atau konseling dengan ikhlas dan rela karena semua pihak merasa semua yang dilakukan adalah karena untuk pengabdian kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi pada-Nya.
”Katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS.Al-An’am:162)
4. Asas bimbingan seumur hidup
Manusia hidup betapa pun tidak akan yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islami diperlukan selama hayat masih di kandung badan.
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Abdulbar dari Anas)
5. Asas kesatuan jasmaniah rohaniah
Manusia itu dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah rohaniah. Bimbingan dan konseling Islami memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah rohaniah, tidak memandangnya sebagi makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan konseling Islami membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah rohaniah tersebut.
“Hampir-hampir kekafiran itu membawa ke dalam kekufuran”. (HR.Abu Na’im dari Anas)
6. Asas keseimbangan rohaniah
Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental potensial untnuk mengetahui, memperhatikan, menganalisis, dan menghayati. Orang yang dibimbing diajak untuk menginternalisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah potensialnya tersebut bukan cuma mengikuti hawa nafsu semata.
7. Asas kemaujudan individiu
Bimbingan dan konseling Islami, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individiu dari yang lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampua fundamental potensial rohaniahnya.
“Tidaklah engkau berbicara dengan sutau kaum tentang suatu pembicaraan yang di luar kemampuan akal mereka, keculai hal tersebut akan menimbulkan fitnah”. (HR. Muslim)
8. Asas sosialitas manusia
Manusia merupakan makhluk sosial, pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa memilik dan dimiliki, semuanya merupakan aspek-aspek yang diperhatikna di dalam bimbingan dan konseling Islami, karena merupakan ciri hakiki manusia.
9. Asas kekhalifahan manusia
Manusia menurut Islam, diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam semesta. Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Bimibingandan fungsinya tersebut untuk kebahagiaan dirinya dan umat manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah itu dalam keseimbangan dengan kedudukannya sebagai makhluk Allah yang harus mengabdi pada-Nya. Dengan demikian, jika memiliki kedudukan tidak akan memperturutka hawa nafsu semata.
10. Asas keselarasan dan keadilan
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap haknya dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta dan juga hak Tuhan. Salah satu hadits juga menyiratkan keharusan adanya keseimbangan atau keharmonisan yaitu yang artinya: “Sebaik-baik perkara itu yang tengah-tengahnya”.
11. Asas pembinaan akhlaqul karimah
Manusia menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat yang baik sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah. Sifat-sifat yang baik merupakan sifat yang dikembangkan oleh bimbingan dan konseling Islami. Bimbingan dan konseling Islami membantu klien atau yang dibimbing, memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat yang baik tersebut. Sejalan dengan tugas dan fungsi Rasulullah diutus oleh AllahSWT seperti disebutkan dalam salah satu haditsnya, yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. (HR. Ahmad dan Thabrani dari Abu Hurairah)
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab dengan kasi sayanglah bimbingan dan konseling akan berhasil.
12. Asas saling menghargai dan menghormati
Dalam bimbingan dan konseling Islami kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau klien pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu memberikan bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dengan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu denga yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitiungkan segala sesuatu”. (QS. An-Nisa:86)
14. Asas musyawarah
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah artinya antara pembimbing konselor dengan yang dibimbing atau klien terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keingina tertekan.
15. Asas keahlian
Bimbingan dan konseling Islami dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi, dan teknik-teknik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjdai permasalahan objek garapan atau materi bimbingan dan konseling.
“Jika sesuatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggu sajalah saat kehancurannya”. (HR. Bukhari)
F. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islami
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islami itu dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat”.
http://tantinurainulfiani.wordpress.com/bimbingan/bimbingan-dan-konseling-islam/