825 TAHUN PENANTIAN

Muhammad Al Fatih

MENIKMATI PROSES

TIDAK ADA YANG INSTAN PERJALANAN MENUJU KESUKSESAN

KEGAGALAN TERJADI HANYA UNTUK YANG MENYERAH

Utamakan Pandangan Allah Swt.

SMPIT AS SYIFA BOARDING SCHOOL

SMPIT As Syifa Boarding School I Subang Jawa Barat Indonesia.

AS SYIFA BOARDING SCHOOL

As Syifa Boarding School

WISUDA SMPIT AS SYIFA BOARDING SCHOOL TAHUN PELAJARAN 2013 -2014

Wisuda
SMPIT As-Syifa Boarding School Subang
Tahun Pelajaran 2013-2014

  • Putra     : Sabtu, 14 Juni 2014
  • Putri      : Ahad, 15 Juni 2014
  • Jam        : 07.00 s/d 12.00 wib
  • Tempat   : GOR As-Syifa


PERSYARATAN
KELENGKAPAN BAJU SERAGAM WISUDA 2014

PUTRA
Sekolah hanya menyediakan Jas, Dasi, & kain untuk dodot (ala betawi)
Yang dibutuhkan/ yang perlu dibawa:
1. Membawa baju kemeja putih polos lengan panjang
2. Membawa celana hitam katun polos,
 tidak ketat/ tidak pensil,dan tidak terlalu kebesaran
3. Sepatu Pantofel Hitam

PUTRI
Sekolah menyediakan gaun dan jilbab
Yang dibutuhkan/ yang harus dibawa:
1. Sepatu warna hitam Flat/ non high heel
2. Bukan sepatu Olah raga



Anak dan Keluarga


“Mendidik anak menjadi disiplin harus dengan kekerasan fisik, persepsi ini harus diubah. Harus dengan cara lain. Misalnya reward dan punishment,”
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak.[1] Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.[2] Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak)
anak menjadi sasaran pelampiasan kekesalan atau masalah yang membelit orangtuanya. Baik secara fisik maupun psikis. Itu berupa kata-kata kasar, cemooh ataupun ungkapan yang mengintimidasi anak. Atau orangtua tidak bisa menerima kondisi anak yang punya kelemahan fisik ataupun psikis.
Apapun alasannya,  kekerasan tidak hanya membekas pada fisik anak saja. Tapi juga psikis. Menurut para ahli psikologi, luka psikislah yang justru sulit untuk disembuhkan.
Kekerasan yang menimpa anak, menyebabkan terganggunya perkembangan kepribadian dan perilaku anak. Misalnya, seperti rasa trauma, konsep diri yang negatif, kesulitan menyesuaikan diri dan kecenderungan berperilaku balas dendam.
Adalah benar, teguran Rasulullah yang di tujukan kepada seseorang yang merenggut bayi dengan kasar karena mengompol di pangkuan beliau. Perbuatan kasar yang dilakukan orangtuanya, bakal membekas pada jiwa anak, sehingga anak akan mempunyai jiwa yang kasar.
Anak Kita adalah Amanah
Anak adalah karunia-Nya yang terlahir fitrah. Kitalah yang akan menjadikannya Muslim, Yahudi atau Nasrani. Kita pulalah yang membentuknya menjadi apa kelak, melalui pendidikan.
Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan. Jika anak banyak di musuhi, ia akan terbiasa menentang.      Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas.      Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya. Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu.
Nukilan sebagian ungkapan Dorothy Law Nolte dalam Children Learn What They Live With  di atas, perlu kita renungkan dalam upaya mendidik dan memperlakukan anak. Bisa dipastikan, perlakuan keras pada anak akan membuat anak tersiksa dan menjauhi kita.
Adalah Mu’awiyah marah kepada anaknya Yazid, lalu mengasingkannya. Ahnaf penasihatnya berkata, ”Ya Amirul Mukminin, anak-anak kita adalah buah hati dan tulang punggung kita. Kita ini bagaikan langit yang teduh bagi mereka dan bagaikan bumi yang rata. Dengan keberadaan mereka, kita dapat memperoleh kejayaan.
Kalau mereka marah, hiburlah dengan sabar. Kalau mereka meminta, berilah. Jika tidak meminta sesuatu, tawarilah. Jangan engkau perlakukan mereka dengan kasar dan kejam, sehingga mereka tidak betah bersanding denganmu, bahkan mendo’akan kematianmu.”
Sejak mendengar nasihat bijak itu, Mu’awiyah memperbaiki sikapnya terhadap anak-anaknya.
Maka salah satu solusi paling tepat, untuk menghindari kekerasan pada anak adalah memperkuat fungsi keluarga. Ayah sebagai pemimpin keluarga dan ibu sebagai pengasuh dan pengelola keluarga. Dan sebagai orangtua, sepantasnya kita memenuhi hak-hak anak.
Orangtua, selain memberikan makanan bergizi untuk pertumbuhan kecerdasan dan fisik anak, juga memenuhi kebutuhan non fisik anak. Berupa kasih sayang, perhatian, pendidikan dan pembinanan yang bersifat religius secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari.
Pada suatu kesempatan, para sahabat Rasulullah mengajukan pertanyaan, ”Ya Rasulullah, kami telah mengetahui hak orangtua, kemudian apakah hak kami padanya?” Jawab Rasulullah, ”Hendaklah orangtua memberikan nama yang bagus dan mendidik dengan baik,”(Riwayat Baihaqi).
Pada riwayat lain, Rasulullah bersabda, “Tidak ada pemberian orangtua yang paling berharga kepada anaknya dari pada pendidikan akhlak mulia,”(Riwayat Bukhari).
Keluarga Kokoh
Islam begitu memperhatikan institusi keluarga. Keluarga yang kokoh mampu membentengi seluruh anggota keluarga dari semua hal yang bisa membahayakan anggotanya, fisik maupun psikis. Baik yang datangnya dari luar maupun dalam keluarga itu.
Rasulullah banyak mencontohkan bagaimana hidup berkeluarga yang baik. Rasulullah adalah pribadi yang penyayang, apalagi terhadap anak-anak. Banyak riwayat yang melukiskan betapa sayangnya beliau terhadap anak-anak.
Selain pendidikan dan pengasuhan, keutuhan keluargapun sangat berpengaruh terhadap anak-anak. Sehingga Allah menegaskan, perbuatan halal yang dibenci Allah adalah perceraian.
Karena itu, jika terjadi sesuatu  maka fungsi keluarga perlu diperkuat sehingga keluarga kembali menjadi kokoh. Generasi yang terlahir dari keluarga-keluarga seperti ini, menjadi generasi yang kuat dan mempunyai militansi yang tinggi.
Mengingat begitu esensinya keluarga dalam mengubah peradaban, maka musuh-musuh Islam berusaha sekuat tenaga membuat keluarga-keluarga Muslim hancur, keluar dari agamanya. Islam secara tegas memerintahkan agar kita mencegah diri, anak dan istri dari api neraka. Karena itu,  sebagai orangtua kita harus selalu menjaga amanah yang telah dititipkan Allah SWT pada kita. Bukankah di yaumil akhir nanti kita akan dimintai pertanggung jawaban tentang anak-anak yang berada dalam naungan kita?
Sumber bacaan lain (hidayatullah.com)

Perbedaan Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan karena tak adanya ‘Ulil Amri’


Terjadinya "ketegangan" di setiap penentuan bulan Ramadhan dan Idul Fitri lebih disebabkan karena tidak adanya pemimpin yang bisa dianggap 'ulil amri' Hidayatullah.com–Kedatangan bulan Ramadhan dan Idul Fitri kurang dari dua bulan lagi.  Namun, bulan suci dan hari raya acap kali hadir ditandai dengan adanya ‘ketegangan’ antar kelompok akibat perbendaan penetapan bulan.
Selasa (29/04/2014) kemarin, bertempat di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng, Jakarta dilangsungkan sarasehan bertajuk “Astofotografi sebagai Rukyat Bil-ilmi”.
Dalam Workshop yang sebelumnya telah dibuka Mendikbud Mohammad Nuh dan dihadiri pakar Astrofotografi dari Prancis, Thierry Legault, ia menjelaskan rukyat dalam Bahasa Arab sendiri bukan hanya berarti melihat secara kasat mata, namun melihat secara mengetahui.
“Jadi, rukyat itu bisa bil ilmi (dengan pengetahuan/iptek) dan metode astrofotografi itu hakekatnya merupakan rukyat bil ilmi juga,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam pembukaan.
Sementara pakar Astrofotografi Thierry Legault, menjelaskan alat astrofotografi itu bisa diprogram secara “computerized” untuk mengarah kepada objek tertentu, lalu alat itu akan mengikuti pergerakan objek sesuai keinginan pengguna alat.
Sementara itu, penggagas acara “Astrofotografi sebagai Rukyat Bil-ilmi” Agus Mustofa  mengatakan masalah utamanya perbebedaan karena subyektivitas yang terlalu besar sehingga sulit dipertemukan.
Menurutnya, di dalam hal teknis pun dalil ditafsiri dengan berbeda.
“Subyektivitas terlalu besar. Dalil pun ditafsiri berbeda,” ucap penulis buku-buku tasawuf lulusan Teknik Nuklir, Universitas Gadjahmada (UGM), Yogyakarta ini.
Sebelum menggelar Workshop, ia sempat menulis buku berjudul ‘Jangan asal Ikut-ikutan Hisab & Rukyat’.
Hadir dalam acara itu perwakilan PBNU Masdar Farid Mas’udi Prof. Syamsul Anwar, Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammaadiyah dan Mr. Thierry Legault dari Prancis.
Sementara itu Masdar Farid berpendapat bahwa terjadinya “ketegangan” di setiap penentuan bulan Ramadhan dan Idul Fitri lebih disebabkan karena tidak adanya pemimpin yang dianggap ulil amri. Tidak seperti jaman Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan para Sahabat.  K.H Masdar pun mengingatkan bahwa rukyat itu sangat penting menentukan bulan.
“Jaman Rasul rukyat paling penting. Tidak berbarengan karena ada ulil amri,” ujarnya.*

SURAT CINTA UNTUK GENERASI MUDA ISLAM



SURAT ini sesungguhnya saya tulis di tengah kecemasan mendalam sebagai seorang warga biasa, seorang ibu yang khawatir akan masa depan anak-anak dan generasi muda.
Kasus sodomi yang menimpa murid Jakarta International School (JIS) sungguh memprihatinkan. Fenomena ini setidaknya menunjukkan pada kita bahaya sedang mengancam anak-anak kita.
Survey ini dilakukan oleh Komnas PA bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak di 12 kota besar pada tahun 2012 menjelaskan, dari 4726 anak yang diteliti, 93,7% remaja SMP dan SMA mengaku pernah berciuman, genital stimulation, hingga oral seks. Yang cukup mencengangkan, 62,7% remaja SMP mengaku sudah tidak perawan.
Catatan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) tahun 2013 ada 2.792 kasus  kekerasan seksual, 52 persennya menimpa ana-anak. Sisanya 229 kasus tawuran antar pelajar dll.
***
DUHAI generasi muda penerus peradaban, di tangan kalianlah masa depan teronggok. Akan kalian jadikan apapun itu tergantung kalian. Bangsa ini jadi mulia, terdepan dan kokoh, tergantung kalian. Bangsa ini bisa hancur, berkeping-keping, juga tergantung kalian!
Duhai anak-anak penerus estafet peradaban, amanah teramat besar menanti kalian. Sambutlah dengan senyum dan kebanggaan. Torehkanlah nama kalian dalam sejarah peradaban dengan tinta emas kemuliaan, bukan dengan lumpur hitam berlumur kehinaan.
Wahai generasi emas, dan generasi peradaban! Tempalah diri kalian dengan kepribadian Islam yang kokoh dengan panduan Quran, karena hanya itu ang akan menyelamatkan kalian. Yang lain jelas tidak!
Jadikanlah diri kalian sebagai generasi yang dirindu jannah, yang layak mendapat naungan Allah di saat tak ada lagi naungan kelak di hari akhir.
DUHAI generasi peradaban! Lihatlah sekeliling kalian, lihatlah!
Betapa generasi muda hari ini terlenakan oleh dunia, kesenangan, hura-hura, bahkan atas nama cinta.
Kalian dibuai oleh “cinta” yang hanya kalian ketahui sebatas hasrat (ketertarikan) laki-laki dan perempuan. Cinta telah menjadi kalian “berhala” baru.  Disembah dan dipuja, meracuni lewat lagu, puisi, bacaan, komil, film hingga sinetron.
Lihatlah betapa banyak yang hancur karenanya…..
Kita tentu ingat peristiwa memilukan yang menimpa Ade Sara Angelina (19). Ia ditemukan telah tewas dibunuh oleh mantan pacarnya sendiri, Hafitd (19),  dibantu kekasihnya,  Assyifa (19). Semua dilakukan karena sakit hati “atas nama cinta”.
Lihat pula kisah Mia Nuraini (16), yang meninggal setelah dikeroyok  Albi Haq (21), mantan pacarnya, bersama 7 temannya. Motifnya sama lantaran dendam “anas nama cinta” (Tempo.com, 13/03/2014).
Masih banyak sekali kisah serupa yang melengkapi deretan panjang daftar kerusakan, pembunuhan dan kehancuran generasi muda “atas nama cinta”.
“Atas nama cinta” akhirnya kalian  terpuruk,  hancu dan rela membunuh, merusak dan menghilangkan nyawa orang lain.
DUHAI generasi muda harapan umat!
Sungguh “cinta” tidak lah sama seperti yang dinyatakan Freud, bahwa ianya bak makanan yang jika tak dimakan kan mengantarkan pada kematian. Karena “cinta” tidaklah sama dengan hasrat/naluri seksual.
Janganlah kalian terkecoh oleh ucapan, statament, pernyataan orang, atau tokoh-tokoh yang tidak pantas jadi panutan dan rujukan hidup!
Karena dari lisan dan pikiran-pikiran merekalah  ia menyengaja membangkitkan naluri/hasrat kalian dengan cara salah dan liar.
Dengan bungkus “cinta” mereka mengemas bacaan, lagu, film, game, tontonan/materi pornografi agar kalian terjebak dengan  gaya hidup bebas tanpa aturan.
Pacaran sebagai sebuah keharusan dan jomblo seolah sebuah aib dan beban hidup.
Akibat gelar-gelar “menyesatkan” ini akhirnya kalian tak ragu menyerahkan kehormatan meski di luar pernikahan yang mulia yang dengannya Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan berkahnya.
DUHAI generasi muda nan mulia!
Sungguh, tak demikian adanya fakta “cinta”. Cinta dalam bentuk ketertarikan kepada lawan jenis hanya bagian dari gharizah nau’ (naluri melestarikan jenis). Karakter naluri hakikinya berbeda dengan kebutuhan hidup semisal makan atau bernafas. Naluri meski juga memiliki tuntutan untuk dipenuhi tapi sifatnya tidaklah mendesak dan mutlak. Jika tidak dipenuhi hanya akan menimbulkan kegelisahan bukan kematian.
Fakta bahwa betapa banyak orang yang hingga akhir hayatnya tak menikah membuktikan itu.
Anak-anak ku generasi dambaan umat!
Allah Subhanahu Wata’ala menganugrahkan gharizah nau’  yang salah satu penampakannya adalah rasa “cinta” dan ketertarikan pada lawan jenis untuk memuliakan dan menjaga keturunan kalian. Bukan untuk disalahgunakan. Apalagi hanya  untuk merendahkan dan menghinakannya kalian sendiri.
Menikah justru  untuk menjamin agar “cinta” menjadi penjaga harkat dan martabat kalian. Sebaliknya jika kalian menyalahgunakannya justru hanya merendahkan martabat dan hinalah kita.
Pesan Rasulullah yang pernah disampaikan Ibn Mas’ud RA,  “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.”
Wahai Pemuda, ingatlah! Allah berpesan;
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nur [24]: 32-33)
DUHAI generasi yang berkepribadian mulia!
Inilah seperangkat aturan dari Allah Subhanahu Wata’ala untuk memuliakan manusia dengan “cinta”.
Allah telah memuatnya dalam surat-surat cinta-Nya (al-Qur’an dan hadits) untuk umatnya yang dikirim melalui utusan-Nya (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam).
Salurkanlah kasih sayang dan “cinta” dengan cara yang benar dan diridhoi melalui pernikahan. Karena dari bingkai pernikahanlah akan terlahir anak-anak sebagai keturunan pelanjut generasi yang  terjaga, terpelihara dan diridhoi Allah.
DUHAI pemuda, generasi peradaban!
Lembaga pacaran bukanlah cara penyaluran “cinta” yang benar dan diridhoi Allah, sebab  pacaran tak akan mampu memelihara kesucian “cinta”  aktivitas pacaran menyebabkan hadir dan terlibatnyasyetan, bukan Allah Subhanahu Wata’ala.
DUHAI generasi muda harapan umat!
Jagalah diri kalian. Jagalah hati kalian. Peliharalah “cinta” kalian agar tetap suci nan indah pada waktunya dan melahirkan “mitsaqon gholiza” (perjanjian yang kokoh), jalinan perjanjian setara perjanjian Allah dan Rasulnya.
Inilah media “cinta”yang menjadi wasilah lahirnya manusia-manusia baru dengan kepribadian kokoh penopang peradaban mulia.
Jadi manakah yang akan kita pilih? Ikutnya “kehadiran”  Allah ta’ala atau keterlibatan syetan dalam hidup kita?
WAHAI Pemuda!
Di tengah kerusakan massal; pornografi, budaya pop, free sex, fenomena lesbian, homoseksual, pedopili dan kejahatan seksual di mana-mana, tetap teguhlah membawa agama ini meski berat.
Bersiaplah menjadi ‘orang asing’ di antara fenomena sistem yang rusak,  itulah sesungguhnya ‘orang-orang asing yang beruntung”. Sebagaimana pesan Rasulullah yang diriwayatkan  Imam Tirmidzi,  “Akan datang kepada manusia masa (ketika) orang yang bersabar menjalankan agamanya di antara mereka seperti memegang bara api.”
Semoga kita, semua keluarga dan keturunan kita senantiasa diberkahi dan dalam perlindungan Allah Ta’ala…*
Tertanda,
Syifaiyah,  ibu rumah tangga dengan dua orang putra yang sedang gelisah
http://www.hidayatullah.com/redaksi/surat-pembaca/read/2014/04/30/20893/surat-cinta-seorang-ibu-untuk-generasi-muda-islam.html#.U2GjhKKubIU
 http://www.hidayatullah.com/redaksi/surat-pembaca/read/2014/04/30/20893/surat-cinta-seorang-ibu-untuk-generasi-muda-islam.html/2#.U2Gj_aKubIU