Pendidikan Politik ala PKS Piyungan, PKS TV, dan Kompasiana

Dimyat Aa Dym


Dalam konteks perjalanan dan pembelajaran berdemokrasi yang sedang berlangsung di negeri kita tercinta seperti yang sedang terjadi saat ini, pendidikan politik menjadi sesuatu yang menarik dan penting untuk kita pelajari dan dikembangkan, baik sebagai pelajar, mahasiswa, guru atau dosen serta warga negara yang baik sehingga output dari proses demokratisasi yang yang sedang terjadi dalam bangsa ini menghasilkan masyarakat berperadaban sebagaimana yang kita harapkan.
Dalam kosa kata Islam disebut dengan masyarakat madani (civil society) atau bahasa kitab sucinya baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Atau ada juga orang PKS menyebutnya dengan istilah “mihwar daulah” era dakwah yang menegara, coba perhatikan berbeda sekali penyebutannya dengan Hizbut Tahrir Indonesia yang keukeuh dengan istilah khilafah islamiyah, dengan tidak menerima konsep demokrasi atau kelompok yang menamakan dirinya penganut Salafi yang membidahkan demokrasi, disinilah terlihat keislaman orang PKS lebih moderat dibandingkan dengan kelompok “garis keras” yang ada.
Sehingga masyarakat Indonesia mulai mengikis kekhawatirannya atas PKS yang disebut-sebut sebagai kelompok yang akan mengiring masyarakat menuju Negara Islam Indonesia, sebagai bukti bisa disimak dalam diskusi MATA NAJWA antara Anis Matta dan Najwa Shihab beberapa waktu lalu di Metro TV dengan judul “Metamorfosa PKS Part 3″.
PKS adalah salah satu partai yang paling peduli serta konsen dengan konsep pandidikan politik baik bagi anggotanya maupun masyarakatnya secara umum. Meski partai lain pun saya yakin melakukan hal demikian meski dengan cara yang sama atau berbeda dengan  PKS.
Dengan berpijak kepada realita di lapangan bahwa media mainstream (Koran, Majalah, Media Online, dan Televisi) saat ini yang kurang “bersahabat” dan cenderung menonjolkan berita-berita yang kurang mendidik terutama ketika dikaitkan dengan partai yang satu ini (perhatikan buku “Masihkan PKS Bermasa Depan” karangan Erwyn Kurniawan Bab  12 berjudul “PKS dan Jurnalisme Su’uzhon”).
Dalam situasi demikian, tampillah PKS dengan dengan sosial medianya melalui para kader, simpatisan maupun orang yang tergerak dan terpanggil karenanya. Mereka sangat ketara sekali pergerakannya terutama dengan adanya 3 media mereka sebagai sarananya yaitu : PKS Piyungan, PKS TV dan Sosial Media (Sosmed) lainnya baik berupa twitter, facebook dan blog pribadi maupun blog bersama seperti di www.kompasiana.com.
Dengan hadirnya 3 media tadi di atas seolah menjadi menu tersendiri di tengah dahaga informasi yang melanda mereka saat ini, bagi para kader PKS, simpatisan dan orang yang peduli dengannya sehingga ketiga media tadi menjadi alternatif bagi suplai informasi yang akan menjadi energi mereka untuk bekerja terutama dalam menembus 3 besar di pemilu 2014 nanti.
Disisi lain dalam khasanah pemikiran mereka ketika membaca dan mengikuti berita-berita yang tidak sesuai dengan fakta atau fitnah maka berita dusta atau fitnah itu yang seharusnya untuk dihindarkan atau tidak dibaca karena dengan membaca atau mengikutinya itu akan melemahkan semangat dan motivasi mereka yang pada akhirnya melemahkan kerja dakwah mereka.
Pemikiran tersebut saya temukan dalam salah satu buku yang menjadi salah satu pedoman mereka berjudul “Riwayat Ulama Besar Imam Syafi’i” dan itu ternyata sebuah perkataan salafus sholeh pada zaman dahulu sebagaimana pernah diriwayatkan pula oleh Al-Wazir :
Pada suatu hari Imam Syafi’i keluar dari pasar Al-Qonadil di Mesir, tiba-tiba saat itu ada seorang mencerca dan mencaci maki terhadap seorang lain yang ahli ilmu, maka beliau segera berpaling kepadaku seraya berkata, “Bersihkanlah pendengaranmu dari mendengarkan perkataan yang keji, karena yang mendengarkannya itu termasuk bersekutu (berserikat) dengan yang mengucapkannya”.
Inilah ternyata yang menjadi rahasiah mereka para pegiat PKS dalam menyikapi pemberitaan miring media mainstream terhadap PKS. Sehingga PKS Piyungan, PKS TV dan Sosial Media (Sosmed) lainnya tetap eksis.
Ditambah dengan hadirnya sosok Presiden PKS ke-5 saat ini Anis Matta yang menjadi penambah fenomena tersendiri di kalangan pemimpin, kader, simpatisan dan orang yang peduli dengan pemikiran politik PKS dalam mengelola dan membawa bangsa ini kepada kehidupan yang lebih baik, lebih adil dan lebih sejahtera.
Hal ini bisa kita buktikan dalam kutipan pidatonya di bawah ini :
“… Inilah teori kita tentang Indonesia. Dan saya kira dulu, kira-kira 16 tahun, menurut cerita Soekarno sendiri. Sebelum kemerdekaan. Ia mencoba menemukan, semua titik kesepakatan bersama yang bisa menjadi alat pemersatu bagi bangsa Indonesia. Soekarno menyadari bahwa kita ini tumbuh dari ideologi yang sangat berbeda. Dan ada yang menarik dalam sejarah ini. Para pemikir, ideolog-ideolog, terutama tiga ideologi yaitu Islam, sosialisme dan nasionalisme, berguru pada satu orang yang sama. Namanya Cokroaminoto. Dari sini ada murid yang bernama Soekarno, yang nanti mengembangkan ide nasionalisme tetapi dia juga mewarisi ide dasar sosialisme itu. Dari sini juga lahir nanti pemikir Islam yang namanya KH Agus Salim. Tapi dari sini juga nanti tokoh-tokoh merah Indonesia. Ada Muso dan ada Alimin. Lahir dari guru yang sama. Jadi begitu ingin merdeka, Soekarno berfikir bahwa kita membutuhkan alat pemersatu, dan biarlah orang-orang ini dengan ideologinya sendiri-sendiri. Tetapi kita membutuhkan sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan itulah yang kemudian dirumuskan dalam bentuk Pancasila. Di situ (Pancasila) ada Islam, di situ ada pluralisme, disitu ada nasionalisme disitu ada demokrasi berbasis Indonesia, di situ ada sosialisme. Tapi yang menarik adalah kata Soekarno, jika Pancasila ini kita peras, peras dan peras menjadi hanya satu kata, maka satu kata itu adalah artinya gotong-royong.”
PENDIDIKAN POLITIK ALA PKS PIYUNGAN
PKS Piyungan yang dikelola oleh struktur PKS sekelas kecamatan atau DPC di PKS telah menulis sama dan senada dengan kisah Imam Syafi’i di atas dengan rujukan yang lebih kuat dan lebih tinggi yakni diambil dari sumber utama Kitab Suci Al-Quran dan masih dari rangkaian pidato sang Presiden PKS :
“ …… Tahukah antum semuanya apa karunia Allah swt kepada kaum muslimin sebelum perang Badr berlangsung? Tahu karunianya? Dikasih tidur. Jadi malam hari keesokan pagi ketika perang Badr akan berlangsung, malam harinya hujan rintik-rintik turun, hawanya dingin, kaum muslimin dikasih tidur. Tidurnya nyenyak. Mereka tidak memikirkan bahaya yang akan mereka hadapi besok. Seakan-akan yang mereka hadapi besok ini adalah sebuah funny game. Permainan yang lucu. Bukan sebuah dangerous game. Dikasih tidur. Begitu mereka bangun pagi, mereka segar.Orang-orang Quraisy tadi malam pesta pora. Makanya kurang tidur. Waktu mereka bangun pagi-pagi, mereka tidak segar. Nah begitu berhadapan, baru mereka sadar.Ikhwah sekalian, karena itu kita juga percaya bahwa dengan cara menidurkan mereka itu Allah swt menanamkan persepsi kepada kaum muslimin bahwa musuh yang akan kamu lawan ini tidaklah sebesar yang kamu duga…”
PENDIDIKAN POLITIK ALA PKS TV
Meskipun para petinggi PKS belum ada yang mempunyai media massa seperti TV One, Metro TV, dan MNCTV tetapi PKS memiliki PKS TV walaupun jam dan media tayangnya tidak semassif TV di atas.
PENDIDIKAN POLITIK ALA SOSMED : KOMPASIANA
Pendidikan politik ala jejaring blog bersama seperti di Kompasiana menarik menurut saya karena dengan model blog bersama seperti ini kita dapat berinteraksi secara lintas batas, lintas aggota, lintas pemikiran sehingga bagi orang PKS sendiri bisa secara lebih leluasa berekspresi disini, tentunya dengan siap beradu argumentasi yang cerdas sehingga dengan adanya media ini pendidikan politik di Indonesia akan semakin maju, manfaat akan kembali kepada para penulis dan partai-partai yang ada serta kepada perbaikan bangsa dan negara kita sendiri, insya Allah.

Wallahu A’lam, Semoga bermanfaat, Salam Kompasiana dari saya :

Dimyat Aa Dym


*http://politik.kompasiana.com/2013/03/21/pendidikan-politik-ala-pks-piyungan-pks-tv-dan-kompasiana-538952.html