Sebagaimana yang telah saya tulis dalam artikel sebelumnya, kebahagiaan adalah perkara batin. Salah satu hal lagi yang membuat batin merasa tentram dan bahagia adalah sikap yang selalu Bersyukur kepada sang pemberi nikmat Allah SWT. Kata Syukur memang adalah kata yang sudah tidak asing di telinga kita. Kata itu sering diucapkan ketika membuka pidato, kajian, Rapat dll. Akan tetapi pada kenyataannya kata Syukur yang begitu mudah diucapkan ternyata kadang tak mudah dilakukan.
Satu hal yang sering membuat kita sulit untuk bersyukur adalah kesombongan. Kita merasa bahwa apa yang kita dapatkan dan kita miliki adalah semata-mata karena hasil jerih payah dan usaha kita sendiri. Kita lupa bahwa apa yang kita dapatkan sesungguhnya adalah rahmat dan karunia Allah SWT. Dengan memahami bahwa apa yang kita dapatkan adalah karunia Allah SWT, maka meskipun apa yang kita dapatkan adalah sesuatu yang kecil kita akan tetap merasa senang, sebab kecil ataupun besar semuanya sama, sama-sama rahmat dan karunia Allah SWT. Berbeda ketika kita selalu merasa bahwa apa yang kita dapatkan adalah semata-mata hasil jerih payah kita sendiri maka jika suatu ketika mendapatkan hal yang tidak sesuai dengan keinginan akan merasa sangat menderita. Dia akan mati-matian menyalahkan diri sendiri, bahkan parahnya dia akan menyalahkan orang lain serta menyalahkan keadaan.
Jika kita mau sedikit merenung, maka sungguh begitu banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Maka tidak heran jika kemudian Allah SWT Berfirman dalam Surat Ibrahim : 34
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ……
“……….Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
Kesehatan badan, keamanan, sandang, pangan, papan, udara dan air merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah SWT. Selain itu adanya sepasang mata, dua bibir, tangan dan kaki juga merupakan nikmat yang tidak terhingga nilainya. Semua itu sangat berharga, namun seringkali kita tidak menghargai semua itu. Kita baru merasa semua itu berharga ketika telah dicabut oleh Allah SWT atau minimal dikurangi oleh-Nya. Kita baru merasa bahwa kesehatan begitu berharga ketika kita sakit, kita merasa nafas begitu berharga ketika pilek, kita baru merasa bibir begitu berharga ketika sariawan, dan yang lebih berbahaya adalah ketika kita baru merasa hidup begitu berharga ketika sudah mati. Na’udzu billah.
Apakah kita mengira bahwa bisa berjalan dengan dua kaki adalah hal yang sepele, Apakah berdiri dengan dua betis adalah sesuatu yang mudah? Sekali lagi itu semua tidak akan terlaksana tanpa nikmat dari Allah SWT. Namun sayang, kita begitu sering melupakannya, bahkan terkadang merasa seolah paling menderita tanpa ada nikmat sedikitpun dari Allah SWT. Ketika kuliah terasa begitu membosankan, maka cobalah tengok di luar sana ada ribuan orang bersedih karena tidak bisa kuliah. Ketika pekerjaan terasa bagitu melelahkan maka cobalah perhatikan di luar sana ada ribuan orang menangis karena tak dapat kerja. Ketika orang tua terasa begitu kejam kepada kita maka bertanyalah tentang derita orang-orang yang ditinggal oleh orang tuanya. Ketika anak membuat kita begitu stres, maka bertanyalah tentang betapa stressnya orang tua yang tidak memiliki anak.
Satu hal lagi yang mesti kita pahami, Bersyukur bukan berarti berpuas diri. Bersyukur adalah suatu kewajiban, tapi berpuas diri adalah larangan, apalagi dalam hal ilmu dan ibadah. Ketika kita bersyukur bukan berarti berhenti untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Bukan berarti berhenti dan berpuas diri dengan keadaan yang ada. Bersyukur adalah sikap kita yang selalu merasa berterimakasih kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan olehnya dengan terus menggapai nikmat-nikmat Allah yang lainnya. Sebab nikmat Allah begitu banyak dan luas. Maka dari itu kita jangan khawatir tidak kebagian nikmat dari-Nya. Kita harus optimis dalam segala hal, sebab nikmat dari Allah sangat luas dan Allah sangat maha pemurah kepada hambanya. Maka sungguh kita tidak layak memiliki sikap ragu-ragu dan pesimis. Jika kita bersikap seperti itu maka sesungguhnya kita meragukan kemurahan Allah SWT.
Syukur kepada Allah tentunya tidaklah cukup hanya dengan ucapan Hamdalah semata. Syukur kepada Allah haruslah diaplikasikan dalam tindakan nyata yaitu dengan selalu berupaya menggunakan nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT di jalan yang diridhoi oleh-Nya. Dengan kata lain kita mesti selalu tunduk dan patuh terhadap aturan Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan kita, baik itu aspek pribadi, sosial, maupun negara. Kita sungguh tidak layak menentang-Nya sedikitpun, sebab ketika seseorang bermaksiat bahkan menentang Allah Sekalipun, maka dia pasti masih menggunakan nikmat dari Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 13:
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَان
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ayat di atas memberikan sindiran kepada kita dengan sebuah pertanyaan yang cukup menyentuh. Dengan berbagai nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, maka masih pantaskah kita mendustakannya? Masih pantaskah kita merasa menderita karena tidak diberi apa-apa oleh –Nya? Serta Masih pantaskah kita meninggalkan perintahnya, bahkan menentang aturannya?
Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang disebut dalam surat An Nahl ayat 83 :
…..يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya….”
Oleh : Agus Prasetya
0 komentar:
Posting Komentar