"Huh, dasar autis...". Terkadang cemoohan itu dilontarkan kepada seseorang yang tingkah lakunya rada "aneh" atau "asik dengan dunianya sendiri".
Kalimat seperti itu terasa menyakitkan di telinga dan hati orang yang peduli dengan anak penyandang autisme. Terutama bagi orang tua yang memiliki anak seperti ini, termasuk saya. Hindarilah penggunaan kalimat itu. Memang terkadang orang mengucapkan kata-kata yang menyakitkan tanpa menyadarinya. Karena tidak mencoba merasakan bagaimana perasaan orang lain yang mereka cemooh.
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkaum yang lain [karena] boleh jadi mereka [yang diolok-olok] lebih baik dari mereka [yang mengolok-olok] dan jangan pula wanita-wanita [mengolok-olok] wanita-wanita lain [karena] boleh jadi wanita-wanita [yang diperolok-olokkan] lebih baik dari wanita [yang mengolok-olok] dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al Hujurot :11)
Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa memilih, bagaimana keadaan mereka ketika dilahirkan di dunia ini. Apakah akan dilahirkan sebagai anak orang kaya, atau miskin ? ganteng, cantik atau burukrupa? normal atau ada kelainan?
Janganlah mengolok-olok kekurangan orang lain. Bagaimana kalau hal yang tidak diinginkan itu terjadi pada kita? atau anggota keluarga kita? Allah Maha Kuasa membolak balik kan kehidupan seseorang. Sayangilah sesama makhluk Allah. Untuk itu kita perlu memahami mereka. Untuk lebih memahami anak penyandang autisme, ayo kita lihat definsi autisme.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Penyandang autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti. Kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan untuk mengerti perasaan orang lain.
Penyandang autis memiliki gangguan pada:
a. Interaksi sosial (kesulitan dalam menjalin hubungan sosial).
b. Komunikasi (kesulitan dengan komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai contoh, tidak mengerti arti dari gerak tubuh, ekspresi muka atau nada/warna suara).
c. Imajinasi (kesulitan dalam bermain dan berimajinasi, sebagai contoh, terbatasnya aktivitas bermain, mungkin hanya mencontoh dan mengikuti secara kaku dan berulang-ulang).
d. Perilaku. Pola perilaku cenderung repetitif dan resisten (tidak mudah mengikuti/menyesuaikan) terhadap perubahan pada rutinitas.
e. Rangsangan sensorik. Contohnya: ada anak yang sangat peka terhadap suara ataupun sentuhan.
Tanda-tanda awal biasanya terjadi pada usia dini (sebelum usia tiga hingga lima tahun). "Dari studi lebih dari 20 tahun yang dilakukan Robins D dkk dalam 'The Modified Checklistfor Autism in Toodlers, Journal of Autism and Development Disorders' ada 7 checklist yang bisa digunakan untuk mendeteksi autis secara dini".
Tujuh (7) ciri utama untuk mendeteksi anak autisme, yaitu:
1. Apakah anak tersebut memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah ia pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu?
3. Apakah ia bisa menatap mata anda lebih dari 1 atau 2 detik?
4. Apakah ia bisa meniru anda? Misalnya, bila anda membuat raut wajah tertentu, apakah ia menirunya?
5. Apakah ia memberi reaksi bila namanya dipanggil?
6. Bila anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah ia melihat pada mainan tersebut?
7. Apakah ia pernah bermain 'sandiwara' misalnya berpura-pura berbicara di telepon atau berpura-pura menyuapi boneka?
Seorang anak berpeluang menyandang autis jika minimal 2 dari pertanyaaan diatas dijawab tidak.
"Tidak semua anak yang berpeluang menyandang autis memenuhi kriteria di atas. 7 ciri utama ini digunakan agar orangtua dan guru waspada untuk segera memeriksa dan mendiagnosa anak yang berpeluang autis kepada dokter terdekat,".
Modified Checklist for Autism in Toodlers bisa digunakan untuk mendeteksi gejala autis untuk anak usia 18 bulan atau sebelum 3 tahun. Bila orangtua sudah bisa mendeteksi gejala autisme secara dini maka mereka akan memiliki peluang yang semakin besar untuk membuat anaknya menjadi mandiri.
Dari definisi di atas bisa kita lihat bahwa "cuek" nya anak autis itu bukanlah disengaja. Bukan karena kurang sopan ataupun tidak menghargai orang lain.
Saya punya kisah yang mengharukan dari seorang penyandang autisme ringan yang saya kenal. Ia teman SMP adik saya yang usianya sekarang berkisar 46 tahun. Saya ingat bahwa dulu, ketika SMP ia perilakunya menyebalkan, seenaknya sendiri, egois. Setelah berkeluarga dan memiliki anak, ternyata anaknya penyandang autisme. Suatu ketika ia membaca buku tentang autisme. Ia baru menyadari bahwa ia juga penyandang autisme ringan. Selama puluhan tahun ia atau pun orang tuanya tidak menyadari hal ini. Ia hanya merasa"stress" dengan perilakunya sendiri yang sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada suatu seminar ia pernah ditanya "Bagaimana perasaannya ketika remaja menghadapi lingkungan dan permasalahan yang sulit ia mengerti?" Ia menjawab "Rasanya saya pengen bunuh diri".
Jadi kalau kita bertemu dengan anak2 seperti ini cobalah untuk mengerti. mereka tidak minta dikasihani, karena hal ini membuat mereka manjadi lemah, tapi sayangilah mereka, pahamilah kesulitan yang mereka hadapi. Jangan dicemooh apalagi dikucilkan. Semoga mereka menjadi pribadi yang sabar, mandiri dan bahagia di dunia dan di akhirat nanti. Amin.
Sumber: Kerincigoogle.com Situs youth shine academy.
Gambar diambil dari magickalgraphics.com. Terima kasih.